12 September 2015

Scores crushed to death in Haram crane disaster

From Arab News. Siraj Wahab & Mohammed Rasooldeen - Sun, Sep 13th 2015 12:31 AM
MAKKAH: Eighty-seven people died and 201 were injured when a crane collapsed inside the Grand Mosque in Makkah amid strong winds and heavy rains on Friday evening.
The crane, being used for ongoing expansion work, fell while heavy storms were lashing the city, said eyewitnesses. Lightning struck the crane before it collapsed, one of the eyewitnesses said.

Makkah Gov. Prince Khaled Al-Faisal ordered an immediate inquiry into the disaster. He reached the accident site soon after the tragedy occurred.
He urged authorities to provide the best treatment to the injured. Accordingly, a committee has been set up to investigate the tragedy.

The nationalities of the dead are yet to be ascertained.

Pakistan has confirmed that 14 of its nationals were injured in the crane crash.
Consul General Aftab Ahmed Khokher said: “We have confirmation of 14 injuries from among our nationals.”

He told Arab News that nine of the injured are being treated in one hospital and five in another.

He said his team is in Makkah and on the job. “They are visiting various hospitals to find out more details about Pakistani pilgrims,” he said.

The Bangladesh Consulate in Jeddah told Arab News that 25 Bangladeshis were injured. A senior diplomat from the mission said the consulate does not know whether the injured are pilgrims or workers. “Since it was a worksite, possibly the majority of them may have been construction workers.”

Mohammed Niyaz, an official from the Sri Lankan mission who deals with the island’s pilgrims, said no Sri Lankan pilgrim casualties were reported
.
Indian Consul General B.S. Mubarak confirmed that nine Indians were among the injured.
“We have no reports of any fatalities among Indians at the moment,” he told Arab News from Makkah.

He said the Saudi authorities quickly took control of the situation.
“They closed some entry points into the Grand Mosque, but many gates remained open,” he said. “I prayed Isha at the Grand Mosque and everything was normal.”

Mubarak, who has been camping in Makkah to look after Indian pilgrims for the past week, said pilgrims inside the mosque were busy in prayers. “There is no panic at all,” he said. He said a crane came crashing down just before Maghreb. “Part of it fell into the mataf area,” he said. “When I went in there were shards of glass and pieces of concrete in one particular area.”

Mohammed Wakeel, a pilgrim from Parbhani, India, said the weather was very bad before Maghreb. “The winds were blowing at a ferocious speed and it felt like a cyclone was on the way. Minutes later, the clouds opened. There was heavy rain. It was frightening and then the streets of Makkah were filled with rainwater,” he told Arab News from Makkah. “It all happened in a matter of minutes.”

Malaysian media reported that six Malaysians were among the injured.
A Malaysian diplomat in Jeddah, however, told Arab News that there was no official confirmation about injured Malaysians.

Sheikh Abdul Raheem, who was in Makkah at the time of the incident, said he and his colleagues had just finished their Asr prayers when the incident happened.
“There was a huge sandstorm followed by thunder, lightning and then heavy downpour.
“We went inside the new Haram, and suddenly lightning struck one of the cranes. It crashed with all the steel and hit one of the pillars of the new haram and fell into the mataf,” he said, recalling with horror how debris fell only a few meters from them. “We saw people dying before our eyes in the mataf area.”

Iqbal Hossain, who had gone to Makkah from Riyadh to see his parents who came from Dhaka, told Arab News: “I was outside the mosque … and I heard a loud sound.” Then he heard the sirens of the ambulances and Civil Defense vehicles, he said, adding that rescue teams immediately arrived on the scene and rushed the injured to the nearest hospitals. A video clip taken at the time of the tragedy showed pilgrims shouting Allah-o-Akbar (There is no God but Allah!)

The Civil Defense deployed more than 15 teams in addition to officials from the Saudi Red Crescent Authority and their vehicles.

Pakistan Ambassador Manzoor Ul Haq said that he was deeply saddened. “We pray for all those who died in the incident and wish those injured a speedy recovery,” the envoy said, adding that all affected were Muslims and everyone has to sympathize with them.
In view of the anticipated rains, citizens and visitors to Makkah were earlier advised to stay away from streams and pools of water.

Brig. Ahmed Duluubi, chief of Civil Defense in Makkah, said his agency had made all preparatory arrangements for any emergencies based on the weather reports issued by the Presidency of Meteorology and Environment.

The Presidency of Meteorology and Environment predicted on Friday heavy rainfall, continuous thunderstorms accompanied by rising dust and dusty winds which were likely to limit visibility in areas such as Asir, Jazan, Al-Baha, Makkah and Madinah, while the sky was partly cloudy with a chance of rain in Hail, Qassim, Al-Jouf and Tabuk.

Last year, floods caused by torrential rain swept through parts of Makkah and Hail killing two people and injuring several others. The inclement weather also caused power cuts and damaged hundreds of cars across Makkah neighborhoods.

10 September 2015

MEMAHAMI PUISI517 (PUISI LIMA TUJUH BELAS)

Oleh Muhammad Rois Rinaldi

Sebelum Menulis Puisi517, Silakan Dicermati Tulisan Ini

PUISI517—awalnya dinamakan Puisi Sujud—telah digagaskan oleh Syafrein Effendi Usman pada 13 Januari 2013 dan diperkenal melalui beberapa grup puisi di Facebook pada 13 Julai 2013/5 Ramadan 1434.  Dengan acuan jumlah shalat lima waktu. Di mana jumlah larik mengikuti jumlah shalat dalam satu hari satu malam, yakni lima larik. Kemudian jumlah kata mengikuti jumlah rakaat shalat dalam satu hari satu malam, 17 kata. Untuk judul, diwajibkan hanya mengandung 1 kata. Hal ini dikorelasikan dengan tauhid yang terkandung dalam surat Al-Ikhlas: Katakanlah: Dia-lah Allah, Yang Maha Esa.

Berkaitan dengan penawaran kebaruan, tidak dapat dikatakan baru dalam pengertian yang umum. Tidaklah akan dinyatakan bahwa Puisi517 memiliki hal yang sangat berbeda melampaui kebiasaan berpuisi di zaman ini sebagaimana kerap diklaim oleh orang-orang yang berusaha membuat wacana pembaharuan. Puisi517 tidak menawarkan kebaruan yang melampaui batas puisi di zamannya. Masih sama, ia adalah puisi yang lazimnya ditulis oleh kebanyakan orang. Terdiri dari kata-kata, berbentuk larik-larik yang membentuk bait-bait. Sebagaimana yang dikatakan oleh penggagasnya, Syafrein Efendi Usman, Puisi517 hadir sebagai hasil dari inovasi bukan meruntuhkan yang sudah ada.

Penawaran dari Puisi517 adalah bentuk, sebagaimana yang telah dipaparkan di muka. Bentuk tersebut baik juga tidak dipandang sebagai sekadar bentuk, melainkan sebagai usaha mencercap pemahaman batiniah mengenai fungsi puisi bagi diri dan pembaca dan juga puisi yang akan berhadapan dengan persoalan-persoalan transenden semisal hakikat kata di mata Sang Pencipta. Puisi517 dengan bentuk shalat adalah sebagai refleksi kesadaran akan ketidakberdayaan manusia di alam semesta, maka puisi517 menyarankan untuk tidak memuat sesuatu yang profan. Ada nilai-nilai kesadaran yang ditawarkan.

Puisi517 tidak berada dalam ruang ekstrem (tatharruf), ianya berdiri di tengah (Tawassuth wal I’tidal), di mana seseorang meletakkan emosinya dengan proporsional, tidak menunjukkan kemarahan yang luar biasa, melainkan menunjukkan kesadaran dari kemarahannya tersebut. Sejalan dengan itu, kesedihan-kesedihan dalam Puisi517 juga diharapkan diperlakukan dengan proporsional, tidak meraung-raung seperti orang yang ditinggal mati kekasihnya lalu mencabik-cabik pakaiannya sembari meratap berhari-hari. Yang diharapkan Puisi517 adalah kesadaran mengenai kesedihan itu.

Lebih lanjut, penyair adalah mereka yang memahami posisi dan kondisi, ia yang tidak terbelunggu oleh persoalan prasangka buruk, prinsip hidup yang buta, kepentingan subyektif, fanatisme, dan pembanding-pembanding pemahaman yang tidak objektif (berkecenderungan). Puisi517 mengharapkan penyair lebih mengedepankan suara hati spiritual (self conscience). Suara hati spiritual tidak selalu langsung berkaitan dengan hubungan manusia dengan Tuhan, melainkan dapat dimaknai seluas-luasnya.

Berarti Puisi517 sifatnya kaku? Tidak! Silakan diperhatikan secara seksama pada diri kita masing-masing. Seorang penjahat sekalipun memiliki suara hati spiritual (self conscience), di mana kemungkinan pencapaian mengenai segala hal yang berkaitan dengannya terbuka sangat luas. Dalam diri penjahat ada rasa rindu pada ketenteraman pelukan Sang Pemilik kehidupan, baik ia tunjukkan atau tidak. Dalam diri seorang penjahat memiliki kehendak untuk mencintai dan menjaga orang-orang yang dikasihinya. Dalam diri penjahat ada rasa percaya pada kebaikan dan harapan-harapan yang juga baik. Tidak ada yang kekakuan dalam Puisi517. Bahkan, Orang-orang yang berdiri di tengah (kesadaran) mampu berpikir di luar pemikiran kebanyakan orang (out of the box). Mampu menjangkau hal-hal yang tidak terpikirkan oleh orang-orang yang emosional.

Kemudian ada pertanyaan, berarti dalam pengertian yang lebih khusus, Puisi517 hanya diperbolehkan bagi karya-karya religius (ketuhanan)? Tidak, suara hati spiritual (self conscience) pengertiannya luas. Suara hati adalah ia yang mengembara di antara reruntuhan peradaban manusi dan sekumpulan manusia yang tengah membangun peradabannya. Suara hati adalah yang berada di antara kehidupan dan penghidupan. Suara hati adalah yang tegak di antara rasa dan perasaan. Jadi, tema Puisi517 boleh sangat luas. Adapun yang dipaparkan di muka sebagai pemahaman awal, pondasinya yang tidak lain tidak bukan adalah kesadaran, idak tendensius, sebagaimana arah kompas sejarah yang senantiasa dibengkokkan oleh kepentingan. Penyair tidak boleh ikut mudah dibengkokkan. Maka, menulislah apa saja, tema yang mana saja. Puisi517 adalah kebebasan yang dipulangkan ke dasar kesadaran.

Disarankan, Puisi517 tidak mengandung kalimat-kalimat yang tabu bagi Masyarakat Timur. Hal ini disarankan bukan untuk mengekang, melainkan untuk kembali pada akar rumput. Ketabuan adalah bagian dari kebudayaan timur, jika ketabuan ditiadakan dalam masyarakat kita (timur) maka sejatinya kita tengah membuang ‘sesuatu’ yang berharga dalam diri kita. Meski demikian, Puisi517 tidak menerima perdebatan soal ketabuan ini. Sebagaimana peribahasa: “Di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung”. Istilah tersebut rasanya sudah cukup sebagai informasi seberapa penekanannya mengenai katabuan.  Dan Puisi517 meyakini estetika yang benar-benar estetis lahir dari kesadaran.

Muasal Puisi517

Syafrein Effendi Usman sebagai penggagas Puisi517 memiliki pengalaman empiris tersendiri, sebelum akhirnya puisi dengan pola ini dipublikasikan. Ia menyampaikan bahwa sebelumnya ia menulis haiku dengan pola 5-7-5, terdiri dari 17 suku kata. Kemudian ia tertarik dengan angka 17. Angka tersebut terasa sangat akrab dengan dirinya sebagai seorang Muslim dan pastinya semua Muslim sangat paham dengan angka 17.  Bertepatan dengan ketertarikan Syafrein terhadap angka 17, ia juga merasakan menulis puisi haiku dengan bahasa Melayu ternyata mengalami kendala yang cukup serius. Hal ini dikarenakan setiap kata memiliki suku kata dalam bahasa Melayu yang lebih banyak dibandingkan suku kata (moras) dalam bahasa Jepang.

Dari sanalah dimulai pencarian bentuk Puisi517. Syafrein terus menerus melakukan pengkajian untuk menemukan jawaban atas kegelisahannya. Hingga kemudian ia mencoba menulis puisi semacam haiku yang terdiri dari 17 kata dalam lima larik. Tidak selesai sampai di sana, perkembangannya kemudian mengkerucut pada jumlah rakaat dalam shalat dan susunannya mengikuti alur waktu shalat yang tertib. Jika dimulai dari Subuh, maka disusul Dzuhur, Ashar, Magrib, dan Isya. Jika dimulai dari Magrib, maka diikuti dengan Isya, Subuh, Dzuhur, dan Magrib. Begitu pun jika dimulai dari waktu yang lainnya.

Akhirnya, Syafrein Effendi Usman merasa mantap dan menemukan jawaban atas kegelisahan-kegelisahannya selama ini. Sesuai dengan kehidupannya sebagai seorang Muslim, ia gembira dapat menuliskan puisi yang berlandaskan rutinitas Muslim di seluruh dunia, yakni shalat: 5 waktu dalam sehari semalam dan semuanya tediri dari 17 rakaat ( 5 larik = solat lima waktu. 17 kata = 17 rakaat).

“Setiap aktivitas kita adalah ibadah jika dilaksanakan dengan niat ikhlas karena Allah. Ketika saya menulis puisi dengan pola 5 larik dan 17 kata, secara otomatis saya sadar bahwa saya adalah hamba Allah Yang Mahas Esa. Saya sadar bahwa saya wajib melakasanakan solat 5 waktu sehari yang rakaatnya berjumlah 17. Saya harus berusaha mencapai taqwa.” ujar Syafrein Effendi Usman dalam tulisannya mengenai Puisi517.

Menanggapi pengalaman empiris tersebut, saya rasa wajar dan layak jika kemudian ia ingin berbagi kepada siapa saja yang sudi menerima gagasannya tersebut.   Apakah PUISI517 ini khusus membahas tentang ketuhanan, khususnya Islam saja? Masih menurut Syafrein Effendi Usman, dilihat dari segi pola tuangnya, PUISI517 terdiri dari 5 larik dan 17 kata. Siapa saja boleh menghasilkan karya kreatif lewat pola tuang ini. Temanya: Ketuhanan dan kerohanian mencakupi hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia, dan hubungan manusia dengan alam.'

Dari kacamata penggagasnya, dilihat dari segi filosfisnya ‎Puisi517 adalah "hasil dari penghayatan dan interaksi saya sebagai Muslim yang beriman kepada Allah Yang Maha Esa dan utusanNya, Nabi Muhammad s.a.w." Ia mencakupi:

  1. Nilai Tauhid (dilihat dari judulnya: 1 kata dan terletak paling atas sekali)
  2. Nilai Ibadah karena puisi ini mengacu kepada solat wajib lima waktu: acuan-acuan Subuh, Zohor,Asar, Maghrib, dan Isyak.)
  3. Nilai Akhlak sebagai hasil dari penghayatan Tauhid dan pelaksanaan Ibadah kepada Allah.

“Jadi, seorang penyair non Muslim dapat menghasilkan Puisi517 berpandukan dengan pola tuangnya saja. Bagi penyair Muslim seyogianya menghayati nilai-nilai filosfis tersebut.” pungkas Syafrein.


Pola dan Kaidah Puisi517

Selain beberapa hal yang sudah dipaparkan di muka, rasanya perlu dijelaskan kembali secara khusus beserta dengan contoh-contohnya untuk dipelajari lebih lanjut. Misalnya Puisi517 dengan pola Magrib. Di mana puisi dimulai dari bilangan rakaat dalam shalat magrib: 3 kata dalam satu larik. Kemudian dilanjutkan dengan Isya: 4 kata dalam satu larik, selanjutnya Subuh: 2 kata dalam satu larik, disusul oleh Dzuhur: 4 kata dalam satu larik dan terakhir ashar: 4 kata dalam satu larik. Berikut contoh dari Puisi517 pola magrib yang ditulis oleh penggagasnya sendiri:

DOA #1

Allahumma kumohon padaMu
lidah petah lembut basah
menyebut AsmaMu
hingga gegar getarnya menggoncang,
merasuk masuk dalam sukmaku

(Syafrein Effendi Usman, pengasas Puisi517)

Pada dasarnya, semua pola Puisi517 teknisnya sama, baik Pola Ashar, Magrib, Isya, Subuh, Maupun Dzuhur. Yang harus diingat adalah kerututan (tertib) dan jumlah kata sesuai dengan jumlah rakaat shalat pada waktu yang berkaitan.  Untuk mempermudah pemahaman, berikut macam-macam pola Puisi517 beserta jumlah kata dan runutannya: Magrib: larik pertama 3 kata, larik kedua 4 kata, larik ketiga 2kata, larik keempat 4 kata, dan larik kelima 4 kata (3-4-2-4-4).

Berikut contoh lain dari Puisi517 berpola Magrib:

MUHASABAH

air-mata menyungai pipi
desah isak meruah tumpah
robbighfirli robbighfirli
ampuni aku yaa Robb
menjelang malam menghisab diri

smg, 03.03.2015 [Puisi517 fomat Maghrib]
tema: Kerohanian

(Kang Ramdan, Semarang)

Subuh: : larik pertama 2 kata, larik kedua 4 kata, larik ketiga 4kata, larik keempat 3 kata, dan larik kelima 4 kata (2-4-4-3-4). Berikut contoh-contohnya:

MERUGI

Sungguh fakir
Ziarah kubur airmata mengalir
Amal ditebar riya’ diukir
Membilang fana tersihir
Insyaflah duhai, hati berdzikir

lifespirit, 22 July 2013 [Puisi517 fomat Subuh]
tema: Kerohanian

(Imron Tohari, Mataram)

Pasrah

sejuta harapan
kutitip di celah awan
rasa dalam kalbu membangkit
ketulusan yang hakiki
atas penilaianMu Ilahi.

(Kamaria Bte Buang, Singapura)

Dzuhur : larik pertama 4 kata, larik kedua 4 kata, larik ketiga 3kata, larik keempat 4 kata, dan larik kelima 2 kata (4-4-3-4-2). Berikut contohnya:

MANUSIA

dari napsu yang bumi
lupakah diri pada zamzam
insani--hati dibasuh
yang basah wajah amukmurka
o petaka!

Februari, 2015

(Risalah Najah, Pengurus Puisi517)

Ashar : larik pertama 4 kata, larik kedua 3 kata, larik ketiga 4 kata, larik keempat 2 kata, dan larik kelima 4 kata (4-3-4-2-4). Berikut contoh-contohnya:

NUH

Lautan manusia adalah petaka
yang tiba-tiba mengamuk
dan menenggelamkan kehidupan dalam
huru hara
—kapal-kapal karam tanpa tanda.

Kramat, 2015

(Muhammad Rois Rinaldi, Pengurus Puisi517)


BERBUDI

Biar berbudi bahasa beradap
bermadah baik bersantun
belajarlah bantu bahagiakan bonda
bila berdikari
barulah besar bermatang berakal.

Hasil Nukilan;
Gabriel Kim3 Mac 2015
Taman Mutiara,
Labuan.

(Gabriel Kim, Malaysia)


Isya’ : larik pertama 4 kata, larik kedua 2 kata, larik ketiga 4 kata, larik keempat 4 kata, dan larik kelima 3 kata (4-2-4-4-3).

SEPI

Sepi malam menguak duka
sesal kesal
meniti mati hati nurani
maksiat muncrat lesat mencelat
semoga neraka lewat

(Mirza Sastroatmodjo, Yogyakarta)


NAHKODA

masih kuarung luas samudra
mengayuh bahtera
mengeja atlas, membaca kompas
menghikmati karang dan gelombang
menuju negeri seberang

MH 030315

(Hayat Abi Cikal, Pandeglang)

Dalam Puisi517, ada tiga (5) pembagian lain  selain lima (5) pola yang dipaparkan di atas.  Yakni Puisi517-1, Puisi517-2, dan Puisi517-3, Puisi517-4, dan Puisi517-5. Tidak ada perbedaan nilai dari ketiganya. Dengan kata lain, masing-masing puisi dinilai sama, tinggal masing-masing penyair memilih mana yang lebih cocok dengan dirinya.

Puisi517-1 adalah puisi yang terdiri dari satu bait saja, sebagaimana yang dicontohkan pada puisi pola Magrib di atas. Jumlah bait satu dengan jumlah larik lima yang mengandung 17 kata. Jadi, angka 1, 2, 3, 4, dan 5 di belakang 517 menunjukkan jumlah bait dalam satu puisi. Dikatakan sempurna jika Puisi517 terdiri dari 1 (sebagai gambaran tauhid) atau 5 (sebagai gambaran jumlah waktu shalat) bait saja. Meski demikian, tidaklah masalah jika menulis Puisi517 dengan jumlah bait 2, 3, atau 4. Semisal puisi berikut ini:

TERPILIH

Nur Ilahi
Telah menyinari hati nuraninya
Terbukalah hijab seorang 'abid
Tampak Allah dahulu
Sebelum makhluk-Nya jelas kelihatan

Sampailah dia kepada Ma'bud
Melihat dengan sebenar syuhud
Wujud Hakiki Allah
Yang menerangi wujud makhluk
Menjadi nyata

Makrifat Allah
Menerangi makrifat alam sehingga
Alam itu dikenali melalui
Satu sumber iaitu
Allah sendiri. Tempat bergantung

#‎PUISI517 #‎eKSPRESIsENI
©Syafrein Effendi Usman 2013

Pertanyaannya, bagaimana jika melebihi lima bait? Karena shalat hanya ada lima waktu, maka tidak disepakati adanya Puisi517 yang melebihi 5 bait. Berikut contoh Puisi517 yang terdiri dari 5 bait yang dinilai memiliki nilai yang kurang lebih sama dengan Puisi517 1 bait:

Siklus

tiba masa
kelopak rekah kembang sempurna
burung kembali pulang sarang
dengan segenap cinta
mana lagi yang didustakan?

senja menghampiri rona jingga
menjelang malam nan tenang
cinta dini hari
altar suci berpendar cerlang
doa dilangitkan

alam berseru dalam pujian
puja seluruh semesta
keagungan Sang Maha Pencipta
berharap maghfira
limpahan karunia tak berkesudahan

fajar merekah indah
burung terbang lebah berdengung
bertasbih laku
memulung rizeki dalam kasih
dari pintu tak terduga

tiba saat untuk pulang
tak teringkari
pada titik pamungkas segala
lepas angan dan mimpi
pada ketiadaan hakiki

malang, 032015
(Puisii 517)


Ini disebut Puisi517 sempurna: jumlah bait ada lima sesuai hitungan jumlah waktu shalat dalam waktu 1 hari 1 malam. Dalam puisi Mba' Dewi Nurhaliza masing-masing bait mewakili masing-masing waktu shalat, secara berurutan sebagai berikut:

Bait pertama Puisi517 Subuh: 2-4-4-3-4
Bait kedua Puisi517 Dzuhur: 4-4-3-4-2
Bait ketiga Puisi517 Ashar: 4-3-4-2-4
Bait keempat Puisi517 Magrib: 3-4-2-4-4
Bait kelima Puisi517 Isya': 4-2-4-4-3

Puisi517 dikatakan sempurna jika ianya terdiri hanya 1 bait (sesuai dengan Tauhid Yang Esa) dan berjumlah 5 bait (sesuai dengan jumlah waktu shalat satu hari satu malam). Dalam 5 bait itu harus lengkap 5 waktu, tidak boleh satu semuanya magrib atau semuanya subuh atau satu di antara shalat wajib tidak terwakili dalam 5 bait tersebut.

Hal Lainnya

Tidak ada batasan bagi puisi jenis apa yang hendak ditulis: Retoris, Imajis, atau ekpresionis dan atau yang lainnya. Masing-masing bebas memilih alirannya masing-masing. Selama tidak bertentangan dengan ketentuan yang telah disampaikan mengenai Puisi517, tidak dipersoalkan. Begitu pula menyoal enjabemen dan sejenisnya, tidak ada soal, selama dapat dipertanggungjawabkan dan dinilai perlu—dilihat dari segi fungsinya. Tentu saja, semua hal harus dilandasi dengan pengetahuan, bukan sebaliknya.

Berkaitan dengan kekuatan puisi, tidak ada larik khusus yang menjadi acuan bahwa Puisi517 akan kuat jika larik terakhir begini atau begitu. Puisi517 akan kuat jika larik awalnya begini atau begitu. Semua kata dalam puisi adalah kekuatan yang tidak terpisahkan. Masing-masing mengisi fungsi estetis dan fungsi maknanya.

Apakah judul dalam Puisi517 harus kapital semua? Iya, harus. Apakah tidak diperkenankan menggunakan Licentia Poetica? Boleh di tubuh puisinya, dengan catatan yang menggunakan Licentia Poetica paham dengan apa yang ia lakukan. Bukan sembarangan dilakukan dengan cara yang semena-mena dan tidak dapat dipertanggungjawabkan. Dan dipersilakan pertanyaan-pertanyaan lain mengenai Puisi517 diajukan, insya Allah dijawab oleh penggagasnya.