"Kenapa panggil saya nyonya?" kata perempuan kaya yang sedang mencari seorang suami.
"Ya, orang kaya 'kan dipanggil nyonya!" jawab seorang lelaki dungu dan lugu selamba.
Begitulah lebih kurang kandungan dialog sinetron "Wah cantiknya" seperi yang saya tulis sebelum ini, bertajuk: Sarikata ...
Yang jadi perhatian saya bukan dialog tersebut, tapi terjemahan sarikata Melayunya.
"Nyonya" diterjemahkan dengan "Cik".
Ya ampun ... kok gitu ya? Ini yang terjemahin pasti nggak pernah ke Jakarta ... atau nggak paham bahasa Melayu kali?
"Nyonya" itu padanannya lebih kurang sama dengan "Puan" atau "Madam"
"Cik" sepadan dengan "Nona".
Kalau di kampung saya, Nyonya itu adalah panggilan untuk perempuan Cina yang telah berusia atau berumahtangga.
Saya memang telah biasa sejak kecil dengan gambaran seperti itu. Jadi saya selalu gelihati kalau orang Indonesia panggil nyonya.
Begitu juga kalau saya ke Singapura, nginap di rumah adik ipar saya, pembantunya memanggil mereka "Tuan" dan "Nyonya".
Terasa janggal bagi saya. Ketika saya tinggah di Shah Alam saya juga punya pembantu Indonesia, tapi mereka memanggil kami "Bapak" dan "Ibu".