28 Mac 2018

CATATAN SYAFREIN EFFENDIUZ TENTANG CINTA #08

Sebelum ini istilah al-hawa ini sering dikonotasikan untuk istilah cinta yang tercela karena cinta ini menjadi nafsu dan hasrat orang yang memilikinya. Namun adakalanya istilah al-hawa juga digunakan untuk cinta yang terpuji sekalipun dengan batasan tertentu seperti sabda Nabi صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :-

لا يؤمن أحدكم حتى يكون هواه تبعاً لما جئت به

Tidaklah salah seorang di antara kalian beriman sehingga hasratnya mengikuti apa yang kubawa (Al Baghawy dalam Syarah Al Sunnah, 1: 213)

Dalam Shahihain, ‘Urwah menyebutkan bahwa Khaulah binti Hakim termasuk wanita yang memasrahkan dirinya kepada Nabi صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ , lalu Aisyah berkata, “Tidak malukah seorang wanita memasrahkan dirinya kepada seorang lelaki?”

Tatkala turun ayat:-

تُرْجِي مَن تَشَاءُ مِنْهُنَّ 

Kamu, Muhammad, menunda giliran untuk mendekati istri-istrimu sebagaimana kamu suka. (33: 51) saya berkata, “ wahai Rasulullah, saya tidak melihat Rabb engkau melainkan Dia ingin segera memenuhi hasrat (hawa) engkau.

Dalam kisah tawanan perang Badar, Umar bin Al Khattab berkata, “Rasulullah صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ berhasrat (hawa) terhadap pendapat Abu Bakar dan tidak berhasrat terhadap pendapatku (diriwayatkan dalam Sahih Muslim.)

Dalam as-Sunan disebutkan bahwa ada seorang A’ raby yang berkata kepada Nabi صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ , “Saya datang bertanya kepada engkau tentang (hawa) nafsu.”

Lalu baginda صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda, seseorang itu bersama orang yang dicintainya.” (Bukhari dan Muslim)

Melaka, 19/3/2018 22:37 ==> BERSAMBUNG